Sutan Syahrir: Sang Perdana Menteri Pertama dan Diplomat Ulung Indonesia

    Sutan Syahrir: Sang Perdana Menteri Pertama dan Diplomat Ulung Indonesia
    Sutan Syahrir

    PROFIL - Sosok Sutan Syahrir, perdana menteri pertama Republik Indonesia, begitu kental terukir dalam sejarah bangsa. Dikenal dengan julukan 'Si Kancil' dan 'The Smiling Diplomat', beliau adalah arsitek penting di balik berdirinya Republik ini, seorang pemikir ulung yang tak kenal lelah merintis jalan kemerdekaan. Jasa-jasanya yang tak terhingga membuat pemerintah menganugerahinya gelar Pahlawan Nasional Indonesia, sebuah pengakuan atas dedikasi luar biasa.

    Lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat, pada 5 Maret 1909, Sutan Syahrir kecil tumbuh dalam keluarga terpandang. Ayahnya, Mohammad Rasad, adalah penasihat Sultan Deli, sementara ibunya, Puti Siti Rabiah, berasal dari Koto Gadang. Kondisi ekonomi keluarga yang berkecukupan memungkinkan Syahrir mengenyam pendidikan terbaik di zamannya, mulai dari ELS hingga MULO, di mana ia mulai akrab dengan ragam literatur asing dan karya sastra dunia. Pindah ke Bandung, ia menempuh pendidikan di AMS, sekolah terbaik dan termahal saat itu, dan menjadi siswa teladan. Di bangku sekolah inilah, kecintaannya pada buku dan aktivitas ekstrakurikuler seperti klub kesenian dan debat semakin terasah.

    Pengalaman organisasinya tak berhenti di situ. Syahrir turut mendirikan Tjahja Volksuniversiteit, sebuah sekolah yang didedikasikan untuk anak-anak kurang mampu dan buta huruf. Jiwa organisatorisnya kemudian mengantarkannya terjun ke dunia politik. Pada 20 Februari 1927, ia menggagas berdirinya Jong Indonesië, yang kemudian bertransformasi menjadi Pemuda Indonesia, sebuah organisasi yang berperan penting dalam menyulut semangat Kongres Pemuda Indonesia hingga lahirnya Sumpah Pemuda pada tahun 1928.

    Di masa remajanya, Syahrir kerap menjadi buruan polisi Belanda karena kegemarannya membaca berita tentang pemberontakan PKI tahun 1926, sebuah topik yang dilarang keras bagi pelajar. Ia juga sempat memegang tampuk kepemimpinan redaksi Himpunan Pemuda Nasional, tak segan mengkritik keras pemerintahan kolonial dalam tulisan-tulisannya, yang tak pelak membuatnya berurusan dengan kepolisian Bandung.

    Setelah menamatkan AMS, Syahrir melanjutkan studinya di Fakultas Hukum Universitas Amsterdam, Belanda. Di sana, ia mendalami teori-teori sosialisme, membuatnya dikenal sebagai sosialis yang berhaluan 'kiri' dan bersikap radikal terhadap kapitalisme. Pengalaman di Belanda tak hanya memperdalam wawasan politiknya, namun juga mempertemukannya dengan Maria Duchateau, yang kelak menjadi istrinya. Ia juga bergabung dengan Perhimpunan Indonesia (PI) yang dipimpin oleh Mohammad Hatta. Kekhawatiran akan pergerakan pemuda Indonesia yang semakin menguat membuat pemerintah Belanda meningkatkan pengawasan, bahkan memenjarakan para pemimpin pergerakan.

    Bersama Mohammad Hatta, Sutan Syahrir tak henti menyerukan kemerdekaan Indonesia. Melalui majalah Daulat Rakjat, mereka menuangkan gagasan-gagasan revolusioner. "...Pertama-tama, marilah kita mendidik, yaitu memetakan jalan menuju kemerdekaan, " ujar Syahrir. Melihat semangat pergerakan nasional yang mulai meredup akibat pengawasan ketat Belanda, Syahrir memutuskan kembali ke Tanah Air pada tahun 1931 untuk melanjutkan perjuangan.

    Kepiawaiannya dalam berorganisasi segera membawanya bergabung dengan Partai Nasional Indonesia (PNI Baru) pada tahun 1932, bahkan menjadi ketuanya. Sebagai seorang sosialis, Syahrir juga aktif dalam gerakan buruh, menuangkan pemikirannya di majalah Daulat Rakjat dan kerap berbicara di berbagai forum politik, hingga akhirnya ia didaulat sebagai ketua Kongres Kaum Buruh Indonesia. Kolaborasi Syahrir dengan Hatta yang kembali ke Indonesia memimpin PNI Baru membuat partai ini bertransformasi menjadi lebih radikal. Pergerakan PNI Baru yang semakin masif menarik perhatian Belanda, hingga akhirnya Sutan Syahrir dan Mohammad Hatta ditangkap dan diasingkan ke Boven-Digoel, lalu dibuang ke Banda Neira selama enam tahun.

    Saat pendudukan Jepang, Syahrir memilih jalur pergerakan 'bawah tanah', membangun jaringan untuk mempersiapkan perebutan kemerdekaan tanpa bekerja sama dengan Jepang. Ia meyakini bahwa kekuasaan Jepang tak akan bertahan lama. Syahrir mendesak Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan pada 15 Agustus 1945, sebuah desakan yang didukung penuh oleh para pemuda. Namun, perbedaan pandangan mengenai waktu proklamasi memicu kekecewaan para pemuda, terutama setelah Jepang diketahui kalah perang. Peristiwa ini berujung pada penculikan Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945, demi mendesak proklamasi. Akhirnya, pada 17 Agustus 1945, kemerdekaan Indonesia diproklamasikan.

    Pasca kemerdekaan, Sutan Syahrir didapuk menjadi Perdana Menteri pertama Republik Indonesia, menjabat di usia muda 36 tahun. Ia bahkan merangkap Menteri Luar Negeri dan Dalam Negeri. Meski demikian, Syahrir tak segan mengkritik Soekarno melalui tulisannya, seperti Perjuangan Kita.

    Tragedi penculikan yang menimpa Sutan Syahrir pada 26 Juni 1946 menjadi babak kelam dalam sejarah. Aksi ini dilancarkan oleh kaum Persatuan Perjuangan yang kecewa dengan diplomasi Syahrir II kepada Belanda, yang hanya menuntut pengakuan wilayah Jawa dan Madura, sementara mereka menginginkan kemerdekaan penuh Nusantara. Penculikan ini memicu kemarahan Presiden Soekarno, yang memerintahkan penangkapan para pemimpin aksi. Peristiwa ini kemudian dikenal sebagai kudeta pertama yang gagal atas Republik Indonesia.

    Pada 2 Oktober 1946, Sutan Syahrir kembali memegang tampuk Perdana Menteri, melanjutkan negosiasi penting melalui Perundingan Linggarjati. Beliau sangat menghargai Soekarno sebagai pemimpin besar bangsa. Syahrir juga berperan sebagai ketua BP KNIP dan merancang perubahan kabinet presidensil menjadi parlementer. Selama menjabat perdana menteri, ia melakukan tiga kali perombakan kabinet: Syahrir I, Syahrir II, dan Syahrir III. Konsistensinya dalam memperjuangkan kedaulatan Indonesia di kancah internasional melalui diplomasi tak pernah surut.

    Meskipun tak lagi menjabat perdana menteri pada tahun 1947, semangat Syahrir untuk kedaulatan Indonesia tak padam. Ia ditunjuk sebagai perwakilan Indonesia di PBB bersama Haji Agus Salim. Di hadapan forum internasional, pidatonya mengenai kedaulatan dan perjuangan bangsa Indonesia berhasil mematahkan argumen perwakilan Belanda, Eelco van Kleffens. Diplomasi ulung ini membuat PBB turun tangan dan mendesak Belanda mengakui kedaulatan Indonesia. Berkat pidato fenomenalnya, beberapa wartawan menjulukinya 'The Smiling Diplomat'.

    Setelah tak lagi menjabat, Sutan Syahrir menjadi penasihat Presiden Soekarno dan Duta Besar Indonesia. Pada tahun 1948, ia mendirikan Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang berhaluan kiri. Setelah berpisah dengan istri pertamanya, Maria Duchateau, ia menikah lagi dengan Siti Wahyunah pada tahun 1951 dan dikaruniai dua anak. Syahrir dikenal sebagai pribadi yang gemar musik klasik dan menikmati hobi menerbangkan pesawat.

    Hubungannya dengan Presiden Soekarno mulai merenggang pada tahun 1955 setelah partainya gagal dalam pemilu. Pada tahun 1960, PSI yang didirikannya dibubarkan. Tahun 1962, Sutan Syahrir ditangkap dan dipenjarakan tanpa diadili, hingga menderita stroke pada 1965. Pemerintah akhirnya mengizinkannya berobat ke Zurich, Swiss. Pada 9 April 1966, Sutan Syahrir menghembuskan napas terakhirnya. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Di hari yang sama, pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional Indonesia kepadanya melalui Keppres nomor 76 tahun 1966, sebagai penghargaan atas jasa-jasanya yang tak ternilai bagi Republik Indonesia. (PERS)

    sutan syahrir sejarah indonesia tokoh nasional perdana menteri diplomasi
    Updates.

    Updates.

    Artikel Sebelumnya

    HR Rasuna Said: Singa Podium Pejuang Hak...

    Artikel Berikutnya

    Richard Mille: Sang Maestro Jam Tangan Mewah...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Upacara Bendera Pupuk Semangat Nasionalis
    Polri Siapkan Perangkat Starlink di Lokasi Bencana, Warga Akhirnya Bisa Terhubung Kembali dengan Keluarga
    Kapolri Tegaskan Personel dan Logistik Dikerahkan ke Lokasi Terisolir Bencana Sumatera
    Bhabinkamtibmas rutin sosialisasikan QR Code Pada Warganya
    Danpos Kartoharjo Pantau Ujian Kompetensi Penjaringan Perangkat Desa Dengan Metode CAT (Computer Assisted Test) Di Desa Pencol   

    Ikuti Kami