RESENSI - Bayangkan hidup dalam ketakutan yang mencekam puluhan tahun, mengetahui bahwa predator kejam berkeliaran bebas, dan identitasnya tetap menjadi misteri yang memilukan. Inilah kisah nyata di balik "The Monster of Florence, " sebuah fenomena kriminal yang kini diangkat dalam serial dokumenter mencekam di Netflix.
Selama beberapa dekade, Florence yang indah diselimuti teror oleh seorang pembunuh berantai yang aksinya begitu brutal, hingga dijuluki "Monster Florence." Ia menargetkan pasangan muda, meninggalkan jejak kepanikan yang mendalam bagi warga Italia. Namun, hingga kini, siapa sebenarnya sosok di balik kejahatan mengerikan ini masih menjadi teka-teki yang belum terpecahkan.
Serial baru ini menggali berbagai teori dan penyelidikan yang dilakukan, mencoba mengungkap identitas anonim yang telah menghantui kota selama bertahun-tahun. "The Monster of Florence" menyajikan narasi dramatis tentang pembunuhan yang terjadi antara tahun 1960-an hingga 1980-an, mengikuti jejak para tersangka yang pernah diseret ke pengadilan, namun kasusnya tetap menggantung.
Rekam jejak sang monster dimulai pada Agustus 1968. Barbara Locci dan kekasihnya, Antonio Lo Bianco, meregang nyawa di pinggiran Florence, ditembak dengan pistol kaliber .22 saat putra Locci yang berusia enam tahun tertidur lelap di kursi belakang mobil mereka. Suami Locci, Stefano Mele, sempat dihukum atas pembunuhan ini pada tahun 1970, namun anehnya, ia dibebaskan karena pembunuhan terus berlanjut bahkan saat ia berada di balik jeruji.
September 1974, pasangan remaja Pasquale Gentilcore dan Stefania Pettini menjadi korban berikutnya. Mereka ditemukan tewas tertembak dan tertikam di dalam mobil Gentilcore. Tubuh Pettini, seperti beberapa korban wanita lainnya, mengalami mutilasi seksual yang mengerikan, menambah kengerian atas setiap aksi sang pembunuh.
Ketakutan merajalela di Florence dan sekitarnya. Beberapa tahun berlalu sebelum sang monster kembali beraksi pada tahun 1981, mengincar dua pasangan tunangan: Giovanni Foggi dan Carmela De Nuccio, serta Stefano Baldi dan Susanna Cambi. Kengerian terus berlanjut di Juni berikutnya, ketika mekanik Paolo Mainardi dan penjahit Antonella Migliorini ditemukan tewas. Mainardi sempat bertahan hidup sesaat sebelum meninggal di rumah sakit, dan kematian mereka akhirnya mendorong pihak berwenang untuk menghubungkan semua kasus ini.
Meskipun sebagian besar korban adalah pasangan romantis, ada satu pengecualian tragis. Pada September 1983, dua mahasiswa Jerman, Wilhelm Friedrich Horst Meyer dan Jens-Uwe Rüsch, ditemukan tewas tertembak saat tertidur di mobil mereka. Diduga, sang pembunuh salah mengira Rüsch, yang berambut panjang, sebagai seorang wanita.
Sang monster seolah tak terhenti. Juli 1984, pasangan muda lainnya, Claudio Stefanacci dan Pia Gilda Rontini, menjadi korban. Rontini ditemukan dengan kondisi tubuh yang sangat mengenaskan. Puncak kengerian terjadi pada September 1985, ketika pasangan asal Prancis, Jean Michel Kraveichvili dan Nadine Mauriot, ditemukan tewas tertembak dan tertikam saat berkemah. Setelah penemuan jasad mereka, kantor kejaksaan menerima paket misterius berisi surat ejekan dari sang pembunuh dan bagian dari payudara Mauriot.
Sejumlah tersangka telah ditangkap dan dihukum, namun salah satu yang paling mencuat adalah Pietro Pacciani, seorang petani yang pernah dipenjara karena kasus perkosaan dan pembunuhan. Ia ditangkap pada tahun 1994 terkait kasus "Monster Florence." Satu-satunya bukti fisik yang memberatkannya hanyalah sebuah peluru kaliber .22 yang tidak terpakai di kebunnya. Meskipun demikian, Pacciani divonis bersalah atas tujuh dari delapan pembunuhan ganda, namun vonisnya dibatalkan dua tahun kemudian. Pengadilan baru diperintahkan, namun Pacciani meninggal sebelum sempat diadili kembali.
Keyakinan bahwa Pacciani memiliki kaki tangan membuat polisi menangkap teman-temannya pada tahun 1998: Mario Vanni, Giancarlo Lotti, dan Giovanni Faggi. Vanni bahkan pernah menjadi saksi dalam persidangan Pacciani. Vanni dan Lotti akhirnya dinyatakan bersalah setelah Lotti mengaku, dan divonis atas empat dari delapan pembunuhan ganda pada tahun 2000.
Namun, kisah "Monster Florence" jauh dari kata selesai. Pada Maret 2022, pengacara tiga keluarga korban menyoroti adanya "inkonsistensi" dalam pengakuan Lotti dan mendesak kasus ini dibuka kembali. "Kami mencari kebenaran, dengan penyelidikan baru, dan kami yakin ada elemen dalam berkas kasus lama yang keliru diabaikan, " ujar pengacara tersebut. Dua tahun kemudian, pada Agustus 2024, analisis DNA dari lokasi kejadian menemukan set DNA yang sama pada peluru di tiga lokasi pembunuhan ganda. Meskipun asal DNA ini belum diketahui, ini bisa menjadi kunci untuk memecahkan kasus puluhan tahun ini.
Serial empat bagian di Netflix ini, yang digarap oleh Leonardo Fasoli dan Stefano Sollima, merupakan interpretasi dramatis dari penyelidikan kasus yang masih terbuka hingga kini. "The Monster of Florence" kini dapat disaksikan di Netflix, membuka kembali luka lama dan harapan untuk menemukan jawaban atas misteri yang paling mengerikan dalam sejarah kriminal Italia. (PERS)

Updates.