Jurnalis Sulteng Tuntut Pengadilan Tolak Gugatan Amran Terhadap Tempo

    Jurnalis Sulteng Tuntut Pengadilan Tolak Gugatan Amran Terhadap Tempo

    PALU - Puluhan insan pers dari berbagai platform media menyuarakan keprihatinan mendalam di depan Kantor Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah, Palu, pada Ahad lalu, bertepatan dengan momen Hari Bebas Kendaraan Bermotor. Dengan spanduk dan poster bertuliskan protes, mereka menggelar mimbar bebas, membagikan selebaran kepada pejalan kaki, menyuarakan penolakan terhadap gugatan perdata yang dilayangkan Menteri Pertanian Amran Sulaiman terhadap Tempo.

    Aksi yang digagas oleh sejumlah organisasi pers bersama Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Sulteng ini merupakan bentuk solidaritas nyata bagi Tempo, yang kini tengah menghadapi gugatan dari Amran Sulaiman. Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu, Agung Sumandjaya, secara tegas menyatakan bahwa gugatan tersebut mencederai prinsip konstitusional kebebasan pers.

    Pemilihan lokasi di depan Pengadilan Tinggi Sulteng, menurut Agung, memiliki pesan kuat. "Agar Pengadilan Jakarta Selatan menolak gugatan Amran, sebab bila gugatan tersebut dikabulkan akan menjadi yurisprudensi bagi pejabat negara lainnya melakukan hal serupa, " harap Agung dengan nada prihatin.

    Muhajir, Koordinator Lapangan acara tersebut, menjelaskan bahwa sengketa ini bermula dari pemberitaan Tempo berjudul "Poles Poles Beras Busuk" yang tayang di akun X dan Instagram Tempo.co pada 15 Mei 2025. Judul tersebut, menurutnya, merujuk pada artikel yang mengungkap praktik penyerapan gabah oleh Bulog melalui kebijakan "any quality" dengan harga tetap Rp 6.500 per kilogram. Kebijakan ini, lanjut Muhajir, berujung pada petani yang memanipulasi kualitas gabah agar beratnya bertambah, sehingga gabah yang diserap Bulog menjadi rusak. Kerusakan gabah ini bahkan diakui oleh Menteri Pertanian sendiri dalam artikel lain.

    Muhajir menambahkan, sengketa ini sebelumnya telah ditangani oleh Dewan Pers, lembaga yang berwenang dalam penyelesaian sengketa pers. Dewan Pers telah mengeluarkan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Nomor 3/PPR-DP/VI/2025, yang menyatakan pemberitaan Tempo melanggar Kode Etik Jurnalistik Pasal 1 (tidak akurat dan melebih-lebihkan) serta Pasal 3 (mencampur fakta dan opini yang menghakimi). Tempo telah memenuhi rekomendasi Dewan Pers untuk mengganti judul poster, meminta maaf, dan melakukan moderasi konten, dalam batas waktu yang ditentukan.

    Namun, langkah Menteri Amran yang tetap mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 684/Pdt:G/2025/PN JKT SEL, dinilai keliru. Muhajir menekankan bahwa sengketa pemberitaan seharusnya diselesaikan melalui mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. "Langkah Menteri Amran menggugat Tempo ke pengadilan menunjukkan kekeliruan dalam memahami kedudukan pers sebagaimana diatur undang-undang, " ujarnya.

    Muhajir memaparkan, sengketa pers memiliki dua mekanisme penyelesaian: melalui hak jawab atau hak koreksi, serta mediasi di Dewan Pers. Gugatan senilai Rp200 miliar ini, menurutnya, merupakan upaya pembungkaman dan pembangkangan terhadap media. "Gugatan ini tidak hanya mengancam Tempo sebagai institusi media, tetapi juga berbahaya bagi kebebasan pers secara umum, " tegasnya.

    Kasus ini, kata Muhajir, harus menjadi pelajaran berharga bagi pejabat publik dan lembaga pemerintah. "Membawa perkara ke pengadilan umum merupakan bentuk pembungkaman melalui jalur hukum, " katanya.

    Lebih lanjut, Muhajir menilai tuntutan ganti rugi immateriil sebesar Rp 200 miliar tidak masuk akal dan tidak memiliki dasar hukum. Amran sebagai pejabat publik, lanjutnya, tidak memiliki landasan hukum untuk menggugat media yang menjalankan fungsi pengawasan dan kritik terhadap kebijakan pemerintah, apalagi dengan dalih merusak nama baik kementerian.

    Mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 105/1 2024, Muhajir mengingatkan bahwa tuduhan pencemaran nama baik hanya dapat diajukan oleh individu, bukan lembaga pemerintah. "Mirisnya, penggugat adalah Menteri Pertanian, yang seharusnya menjalankan kewajiban untuk memenuhi hak publik atas informasi, " tuturnya.

    Oleh karena itu, pihaknya menyatakan dukungan penuh kepada Tempo, serta seluruh media dan kelompok masyarakat sipil dalam menjalankan fungsi kontrol sosialnya. Mereka menolak segala bentuk intimidasi dan kriminalisasi terhadap jurnalis dan aktivis yang menjalankan tugas publik. Mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum untuk menghormati mekanisme penyelesaian sengketa pers melalui Dewan Pers, serta menuntut penghentian segala upaya hukum yang mengancam kemerdekaan pers di Indonesia. (PERS)

    kebebasan pers jurnalisme hukum pers sengketa media aksi protes sulawesi tengah
    Updates.

    Updates.

    Artikel Sebelumnya

    Cindy Monica: Pengusaha Muda, Politisi NasDem,...

    Artikel Berikutnya

    Samuel Wattimena: Perancang Busana dan Politisi...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Kapolri Tegaskan Personel dan Logistik Dikerahkan ke Lokasi Terisolir Bencana Sumatera
    Bhabinkamtibmas rutin sosialisasikan QR Code Pada Warganya
    Danpos Kartoharjo Pantau Ujian Kompetensi Penjaringan Perangkat Desa Dengan Metode CAT (Computer Assisted Test) Di Desa Pencol   
    Dukung Badan Gizi Nasional Babinsa Dampingi Distribusi MBG Di Sekolah-Sekolah
    Perkuat Sinergitas TNI-POLRI, Babinsa Dan Bhabinkamtibmas Sambangi Warga Perkuat Pondasi Kamtibmas

    Ikuti Kami