TEKNO - Di jantung kota Tokyo, Jepang, sebuah nama bersinar terang dalam dunia horologi: Kintaro Hattori. Ia bukan sekadar pendiri perusahaan jam tangan Seiko, tetapi juga perintis yang membawa Jepang ke kancah global dalam pembuatan jam. Perjalanannya adalah kisah tentang ketekunan, visi, dan semangat pantang menyerah yang membentuk salah satu merek jam tangan paling terkemuka di dunia.
Lahir pada 21 November 1860 di Kyobashi, Jepang, dari keluarga pedagang yang mapan, Kintaro Hattori muda menunjukkan ketertarikan luar biasa pada dunia jam. Sejak usia 13 tahun, ia telah berkenalan dengan Kobayashi Denjiro, seorang pedagang jam ternama, dan mulai memupuk mimpinya di tengah era di mana jam saku masih mendominasi pasar, sementara jam tangan belum dikenal luas di Jepang.
|
Baca juga:
HM Fitno: Crazy Rich Pondok Indah
|
Pengalaman berharga didapat Kintaro melalui masa magangnya di toko jam Kamaeda. Di sanalah ia mengasah keahliannya, mengumpulkan modal pengetahuan yang kelak menjadi pondasi kesuksesannya. Pada usia 21 tahun, dengan tekad bulat, ia membuka toko jam pertamanya, K. Hattori, di distrik Kyobashi, Tokyo. Di tempat sederhana itulah, ia merakit dan memperbaiki jam saku, mewujudkan kecintaannya pada setiap detik yang berdetak.
Titik balik besar terjadi pada usia 31 tahun. Kintaro Hattori berkolaborasi dengan insinyur Tsuruhiko Yoshikawa untuk mendirikan pabrik jam tangan Seikosha pada tahun 1892. Pabrik inilah yang kelak menjadi cikal bakal kerajaan Seiko. Setelah sukses memproduksi jam dinding berkualitas, Seikosha merilis jam saku perdananya, 'Timekeeper', pada tahun 1895. Uniknya, casing jam ini dibuat dari logam perang yang diproduksi di Jepang, namun mesinnya masih diimpor dari Swiss. Pemilihan nama Inggris 'Timekeeper' mencerminkan visi Kintaro untuk menjangkau pasar global.
Kintaro Hattori adalah seorang visioner sejati. Ia dengan cermat mengamati tren pasar dan menyadari potensi besar jam tangan yang akan segera melampaui popularitas jam saku. Prediksinya terbukti jitu. Pada tahun 1913, Seikosha meluncurkan jam tangan 'Laurel', sebuah mahakarya dengan casing perak dan mesin impor dari Swiss. Namun, ketergantungan pada komponen impor ini membatasi produksi, hanya mencapai 50 jam per hari. Hal ini mendorong Kintaro untuk berinovasi lebih jauh.
Pada tahun 1910, sebuah terobosan terjadi ketika Seikosha berhasil memproduksi mesin jamnya sendiri, mulai dari pegas keseimbangan hingga dial jam tangan. Ini adalah langkah krusial menuju kemandirian produksi. Namun, takdir menguji Kintaro pada tahun 1923. Gempa bumi dahsyat Kanto meluluhlantakkan pabrik Seikosha, menghentikan sementara roda produksi yang telah ia bangun dengan susah payah.
Alih-alih menyerah pada kehancuran, Kintaro Hattori bangkit dari puing-puing. Dengan semangat yang tak terpatahkan, ia membangun kembali pabriknya, meski harus menanggung biaya yang sangat besar. Dari abu kehancuran itulah, lahirlah merek baru yang kemudian mendunia: Seiko. Toko K. Hattori & Co. di pusat kota Ginza pun dibangun kembali, lengkap dengan menara jam ikoniknya yang masih berdiri kokoh hingga kini.
Setahun pasca gempa, pada tahun 1934, Seiko memperkenalkan jam tangan pertamanya dengan nama 'Seiko', singkatan dari 'Seikosha'. Kintaro ingin menunjukkan keyakinannya pada kualitas produk Jepang di tengah dominasi persepsi masyarakat bahwa produk Barat lebih unggul. Jam tangan Seiko pertama ini, dengan casing nikel dan subdial detik kecil, menjadi standar hingga tahun 1950-an dan menandai era baru jam tangan Jepang dengan jarum detik di tengah. Ini sekaligus menjadi karya terakhir Kintaro Hattori, sang visioner yang menghembuskan napas terakhirnya di usia 73 tahun pada tahun 1934.
Warisan Kintaro Hattori terus hidup dan berkembang. Pasca kepergiannya, Seiko terus berinovasi. Pada tahun 1956, lahirlah Seiko Marvel, jam tangan yang sepenuhnya dikembangkan dari riset dan inovasi internal Seiko. Empat tahun kemudian, pada tahun 1960, Seiko meluncurkan Grand Seiko, sebuah jam tangan emas yang menjadi tolok ukur akurasi dan presisi waktu.
Seiko tak pernah berhenti bereksplorasi. Pada tahun 1964, mereka memperkenalkan Seiko Crown, jam tangan kronograf pertama di Jepang, sekaligus menjadi pencatat waktu resmi Olimpiade Tokyo. Setahun berikutnya, Seiko Automatic, jam tangan selam pertama buatan Jepang yang tahan air hingga 150 meter, menggebrak pasar. Puncak inovasi terjadi pada tahun 1969 dengan peluncuran Seiko Speedtimer, jam tangan kronograf olahraga dengan tanggal otomatis, dan yang paling revolusioner, Seiko Quartz Astron, jam tangan kuarsa pertama di dunia yang 100 kali lebih akurat dari jam tangan konvensional.
Dekade 1970-an menjadi saksi bisu pengenalan jam tangan digital oleh Seiko, diikuti oleh jam tangan digital pertama di dunia dengan fitur kronograf dan material titanium untuk penyelam. Inovasi berlanjut di era 1980-an dengan jam tangan TV pertama, perekam suara, dan jam tangan dengan fungsi komputer. Seiko juga mengembangkan jam tangan otomatis tanpa perlu penggantian baterai dan jam tangan selam berbahan keramik.
Memasuki awal 1990-an, Seiko terus memperkuat posisinya sebagai pencatat waktu resmi untuk Olimpiade dan kejuaraan dunia. Jam tangan selam digital yang mampu menghitung kedalaman menyelam menjadi bukti nyata komitmen Seiko terhadap teknologi dan fungsionalitas. Hingga kini, Seiko terus menjadi garda terdepan dalam inovasi dan pengembangan teknologi jam tangan, menghadirkan fitur-fitur baru dengan jaminan kualitas yang tak tertandingi, terutama dalam hal ketahanan. (PERS)

Updates.