JAKARTA - Nasib mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar, akhirnya menemui kepastian. Permohonan kasasi yang diajukan dalam kasus suap dan gratifikasi yang menjeratnya harus kandas di meja hijau Mahkamah Agung. Ini berarti, vonis 18 tahun penjara yang dijatuhkan di tingkat banding, tetap berlaku.
“Tolak kasasi penuntut umum dan terdakwa, ” demikian petikan tegas amar putusan Perkara Nomor 10824 K/PID.SUS/2025. Keputusan ini tercatat di laman Info Perkara MA RI di Jakarta, pada Jumat lalu.
Majelis hakim kasasi yang diketuai oleh Hakim Agung Yohanes Priyana, didampingi anggota Arizon Mega Jaya dan Noor Edi Yono, pada Rabu (12/11/2025) lalu, telah memutus perkara ini. Keputusan mereka menegaskan kembali kebenaran putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang sebelumnya telah memperberat hukuman Zarof Ricar. Putusan banding tersebut dengan gamblang menyatakan bahwa Zarof Ricar terbukti melakukan tindak pidana korupsi, baik dalam memberikan atau menjanjikan sesuatu untuk mempengaruhi putusan hakim, maupun menerima gratifikasi.
Dengan kokohnya putusan tersebut, Zarof Ricar dinyatakan bersalah melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 12 B juncto Pasal 15 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Hukuman pidana badan yang dijatuhkan ini memang lebih berat dibanding vonis awal di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang hanya menjatuhkan hukuman 16 tahun penjara.
Namun, terkait pidana denda, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tidak mengubah besaran yang telah ditetapkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, yaitu Rp1 miliar dengan subsider 6 bulan pidana kurungan. Lebih mengejutkan lagi, uang senilai Rp915 miliar dan 51 kilogram emas yang berhasil disita dari Zarof Ricar, kini dinyatakan tetap dirampas untuk negara. Ini adalah bukti nyata dari kerugian negara yang harus dipertanggungjawabkan.
Dalam dakwaan yang memberatkan Zarof Ricar, ia dituding terlibat dalam pemufakatan jahat. Peranannya adalah membantu memberikan atau menjanjikan uang senilai Rp5 miliar kepada hakim. Aksi ini diduga kuat dilakukan bersama penasihat hukumnya, Ronald Tannur dan Lisa Rachmat. Tujuannya jelas, untuk mempengaruhi putusan Hakim Agung Soesilo yang saat itu menjadi ketua majelis dalam perkara kelanjutan kasus Ronald Tannur di tingkat kasasi pada tahun 2024.
Tidak hanya itu, Zarof Ricar juga terjerat dakwaan menerima gratifikasi fantastis senilai Rp915 miliar dan 51 kilogram emas selama menjabat di Mahkamah Agung. Dana dan harta ini diduga diterima untuk memuluskan pengurusan berbagai perkara yang ditangani antara tahun 2012 hingga 2022. Perjalanan panjang kasus ini akhirnya menemukan titik akhir yang tegas di Mahkamah Agung, menegaskan komitmen pemberantasan korupsi di lembaga peradilan tertinggi negara. (PERS)

Updates.