JAKARTA - Penderitaan panjang Suku Anak Dalam dan para petani di Kabupaten Batanghari serta Muaro Jambi terkait sengketa lahan kembali mengemuka, memunculkan desakan kuat untuk penyelesaian yang berkeadilan. Selama bertahun-tahun, komunitas ini hidup dalam ketidakpastian, berhadapan dengan klaim lahan dari perusahaan perkebunan dan kehutanan yang tumpang tindih dengan hak ulayat mereka.
Menyikapi keluhan mendalam ini, Anggota Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Harris Turino, menegaskan bahwa penanganan konflik agraria yang kompleks ini tak bisa lagi ditunda dan memerlukan intervensi lintas kementerian. Ia mengakui betapa peliknya mencari titik temu ketika kedua belah pihak, masyarakat dan perusahaan, sama-sama memiliki dasar hukum yang kuat.
"Kasus seperti ini sulit diselesaikan karena kedua pihak sama-sama punya dasar hukum. Tapi negara tetap harus hadir mencari jalan tengah yang berpihak pada masyarakat, " ujar Harris dalam RDPU BAM DPR RI dengan Masyarakat Suku Anak Dalam dan Petani Kabupaten Batang Hari dan Muaro Jambi, Rabu (12/11/2025).
Harris menguraikan akar permasalahan yang sering kali bersumber dari lemahnya sinergi antara Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Koordinasi yang kurang matang dalam penentuan status kawasan hutan dan pemberian izin usaha inilah yang kerap membuat masyarakat adat dan petani kecil kehilangan akses terhadap tanah yang telah diwariskan turun-temurun.
"Banyak warga merasa memiliki hak garap sejak lama, tapi perusahaan juga pegang izin resmi. Inilah yang membuat situasi jadi rumit, " ungkapnya, menggambarkan dilema yang dihadapi warga.
Sebagai politisi dari Fraksi PDI-Perjuangan, Harris Turino menekankan pentingnya BAM DPR RI untuk proaktif mendorong dialog antar-kementerian. Tujuannya adalah merumuskan solusi permanen, termasuk kemungkinan membuka kembali data Hak Guna Usaha (HGU) dan melakukan pemetaan ulang wilayah-wilayah yang berkonflik. Ia berpendapat bahwa penyelesaian agraria tidak boleh hanya berhenti pada tataran administratif semata, melainkan harus benar-benar menjamin keadilan sosial bagi masyarakat adat.
"Kalau tanah terus hilang, kita sedang mencabut akar kehidupan mereka. Ini bukan hanya soal hukum, tapi soal masa depan generasi muda di desa, " ucapnya dengan nada prihatin, menyentuh sisi kemanusiaan dari persoalan agraria.
Harris menambahkan, BAM DPR RI berkomitmen untuk terus mengawal aspirasi masyarakat Jambi hingga ada langkah konkret yang diambil oleh pemerintah pusat. Ia berharap, penanganan konflik agraria ini dapat menjadi momentum berharga untuk memperkuat semangat reforma agraria yang sesungguhnya berpihak pada kesejahteraan rakyat kecil. (PERS)

Updates.