YOGYAKARTA - Di tengah gejolak harga yang kerap melanda, Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyoroti krusialnya perbaikan data pangan nasional. Menurut mereka, data yang akurat dan terukur menjadi fondasi utama dalam merancang strategi pengendalian inflasi yang efektif. Tanpa data yang valid, upaya menstabilkan harga komoditas pangan berpotensi meleset dari sasaran.
Kekhawatiran ini muncul menyusul temuan di berbagai daerah yang menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara laporan surplus pangan dengan realitas harga komoditas yang justru terus merangkak naik. Situasi ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai keandalan data yang selama ini menjadi rujukan pemerintah.
“Data produktivitas pangan sering tidak akurat. Misalnya beras disebut surplus, tetapi harga di beberapa daerah tetap tinggi. Cabai merah naik, tomat naik, telur naik. Ini menunjukkan ada masalah pada data atau distribusi, ” tegas Anggota Komisi XI DPR RI, Andi Yuliani Paris, usai pertemuan dengan Bank Indonesia di Yogyakarta, DIY, Jumat (14/11/2025).
Pertemuan dengan Bank Indonesia menghasilkan catatan bahwa inflasi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masih terkendali, berkat dorongan kuat dari konsumsi pelajar dan wisatawan. Namun, Andi mengingatkan bahwa pola ini tidak dapat dijadikan tolok ukur nasional.
“Tidak semua daerah seperti Yogyakarta. Di sini belanja mahasiswa dan turis besar sehingga inflasi terjaga. Tetapi di daerah lain, tanpa aktivitas seperti itu, kenaikan harga pangan sangat terasa, ” jelas politisi Fraksi PAN ini, menggambarkan perbedaan kondisi antarwilayah.
Sebagai ilustrasi konkret mengenai inkonsistensi data produksi pangan nasional, Andi mencontohkan kasus telur ayam. “Untuk telur ayam, tadi disampaikan bahwa ada produktivitas yang luar biasa bahkan ada selisih hingga setengah juta ton. Kalau benar surplus, harga mestinya turun. Tapi yang terjadi harga naik. Berarti ada data yang tidak sinkron, ” ujar Wakil Rakyat dari Dapil Sulsel II ini, menunjukkan adanya kerancuan informasi.
Oleh karena itu, Andi menekankan bahwa perbaikan kualitas data dan penguatan komunikasi antarlembaga harus menjadi prioritas utama pemerintah. Ia meyakini, akurasi data yang terdistribusi dengan baik, serta sinergi komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah, akan memampukan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) untuk memiliki basis data yang sama, sehingga kebijakan pengendalian inflasi dapat dirumuskan secara tepat sasaran.
Komisi XI DPR RI bertekad akan menindaklanjuti temuan ini melalui diskusi mendalam dengan kementerian terkait, Bank Indonesia, serta pemerintah daerah. Tujuannya adalah untuk memastikan setiap kebijakan yang dihasilkan benar-benar berbasis pada data yang valid dan berpihak pada kepentingan masyarakat luas. (PERS)

Updates.