BATAM - Belum adanya keseragaman dalam penetapan biaya pemeriksaan istitha’ah kesehatan bagi calon jemaah haji (calhaj) di berbagai daerah menjadi perhatian serius Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina. Kondisi ini, menurutnya, justru menambah beban finansial yang harus ditanggung oleh para calon tamu Allah.
Pernyataan tersebut disampaikan Selly usai mengikuti pertemuan tim kunjungan kerja Komisi VIII DPR RI bersama jajaran Kanwil Kemenag Kepri serta Walikota/Kepala Otorita Batam di Batam, pada Kamis (13/11/2025). Dalam kesempatan tersebut, ia mengapresiasi penuh kesiapan Pemerintah Kota Batam dan BP Batam dalam menyediakan fasilitas pendukung keberangkatan jemaah haji, meskipun terjadi pengurangan jumlah calhaj yang berangkat melalui embarkasi Batam.
“Kami mengapresiasi persiapan dari pemerintah daerah Batam karena bekerja sama dengan BP Batam. Secara keseluruhan persiapannya sudah sangat baik, tinggal bagaimana mengolaborasikan dengan Kementerian Haji yang kini berkoordinasi dengan Kanwil Kemenag, ” ujar Selly.
Namun, Selly juga tak menampik bahwa proses transisi kelembagaan antara Kementerian Agama dan Kementerian Haji dalam pembentukan Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) baru masih menyisakan tantangan. Hal ini, ia nilai, berimbas pada kelambatan koordinasi dengan jemaah, terutama terkait pelunasan biaya dan proses pemeriksaan kesehatan.
“Tidak mudah karena SOTK-nya masih transisi, terutama di tingkat kabupaten dan kota yang harus berkoordinasi langsung dengan jemaah, ” jelas legislator dari Fraksi PDI Perjuangan itu.
Lebih lanjut, Selly menyoroti disparitas tarif pemeriksaan kesehatan yang ia temukan di lapangan. Perbedaan yang bisa mencapai Rp1 juta antar daerah, menurutnya, menjadi polemik karena menambah pos pengeluaran di luar biaya pelunasan haji yang telah ditetapkan.
“Standardisasi penyakit apa saja yang boleh dan tidak boleh berangkat harus jelas. Ini akan menjadi bahan pendalaman Komisi VIII dalam rapat kerja mendatang, ” tegasnya.
Selly juga meminta Kementerian Haji untuk bertindak tegas guna mencegah praktik manipulasi dokumen kesehatan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab di daerah.
“Kementerian Haji perlu mengeluarkan semacam ultimatum kepada kantor wilayah maupun pejabat di daerah agar tidak ada penyalahgunaan kewenangan dalam penentuan istitha’ah, ” tegasnya.
Ia menekankan bahwa ketentuan mengenai istitha’ah kesehatan sepenuhnya mengacu pada aturan yang ditetapkan oleh Pemerintah Arab Saudi. Oleh karena itu, kebijakan di tingkat nasional perlu disesuaikan agar tidak menimbulkan perbedaan interpretasi yang merugikan calon jemaah.
“Keputusan mengenai istitha’ah itu bukan dari kita, tetapi dari Pemerintah Saudi Arabia. Jadi perlu ada keseragaman dan ketegasan agar calon jemaah tidak dirugikan, ” pungkasnya. (PERS)

Updates.