JAKARTA - Kasus korupsi di Indonesia tak jarang melahirkan nama-nama buronan yang sempat membuat publik gelisah. Salah satunya adalah Muhammad Nazaruddin, sosok yang pernah menjabat Bendahara Umum Partai Demokrat. Perjalanannya dari puncak kekuasaan hingga menjadi buronan dan akhirnya tertangkap, menyita perhatian luas, bahkan membuka tabir berbagai kasus rasuah lainnya.
Titik awal jerat korupsi Nazaruddin terkuak pada 30 Juni 2011. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkannya sebagai tersangka dalam skandal dugaan suap pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang. Kasus megah ini tak berdiri sendiri, turut menyeret tiga nama lain: Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam, Direktur Pemasaran PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang, serta Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah Mohamad El Idris.
Panggilan dari KPK tak serta-merta diindahkan Nazaruddin. Tiga kali surat panggilan dilayangkan, namun ia memilih menghindar. Alih-alih hadir untuk memberikan keterangan, Nazaruddin justru memilih rute pelarian ke luar negeri. Keputusan ini berujung pada status Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh KPK, yang kemudian diperluas jangkauannya melalui kerja sama dengan Interpol, organisasi kepolisian internasional.
"Polisi internasional di negara anggota International Criminal Police Organization (ICPO) dapat menangkap Nazaruddin, " ujar Johan Budi, juru bicara KPK kala itu, pada 5 Juli 2011 di Gedung KPK.
Upaya pengejaran pun semakin intensif. Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komjen Ito Sumardi mengonfirmasi penerimaan permintaan penerbitan red notice atas nama Nazaruddin dari KPK sejak Senin, 4 Juli 2011. Permintaan tersebut segera diteruskan ke ICPO, yang kemudian menyebarluaskan informasi buronan tersebut ke 188 negara anggota ICPO.
Perjalanan pelarian Nazaruddin, yang diwarnai dengan perpindahan antarnegara seperti Singapura, Vietnam, Malaysia, dan Filipina, akhirnya menemui titik akhir. Pada 6 Agustus 2011, tak sampai setahun sejak ditetapkan sebagai buronan, Nazaruddin bersama istrinya, Neneng Sri Wahyuni, berhasil diciduk oleh Interpol di wilayah Cartagena, Kolombia. Selama pelariannya, ia diduga menggunakan identitas palsu untuk mengelabui petugas dan menyulitkan pelacakan.
Di tengah pelariannya, Nazaruddin sempat membuka suara melalui komunikasi jarak jauh dengan pewarta warga, Iwan Piliang. Melalui Skype, ia melontarkan tudingan serius, menyebut adanya rekayasa kasus yang melibatkan sejumlah tokoh penting, termasuk Ketua Umum Partai Demokrat saat itu, Anas Urbaningrum, serta Wakil Pimpinan KPK Chandra M. Hamzah (kini mantan). (PERS)

Updates.