JAKARTA - Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini menjadi saksi pemeriksaan terhadap Rufis Bahrudin (RB), seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Mojokerto. Kehadirannya di markas antirasuah ini bukan untuk urusan kedewanan, melainkan sebagai saksi kunci dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi (TPK) terkait kuota haji.
Kasus yang tengah diselidiki KPK ini berfokus pada penyelenggaraan ibadah haji Indonesia untuk tahun 2023-2024. Informasi ini dikonfirmasi langsung oleh juru bicara KPK, Budi Prasetyo, yang menjelaskan agenda pemeriksaan kepada awak media pada Senin (13/10/2025).
"KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan TPK terkait kuota haji untuk penyelenggaraan ibadah haji Indonesia tahun 2023-2024, " ujar Budi Prasetyo kepada wartawan, Senin (13/10/2025).
"Atas nama RB, " tambahnya, merujuk pada Rufis Bahrudin.
Rufis diperiksa hari ini bukan hanya sebatas sebagai anggota dewan, melainkan dalam kapasitasnya yang lebih spesifik sebagai Direktur Utama PT Sahara Dzumirra International. Perusahaan ini diduga memiliki kaitan erat dengan aliran dana atau pengaturan kuota haji yang menjadi objek penyelidikan. Tak hanya Rufis, KPK juga turut memanggil Feriawan Nur Rohmadi, yang menjabat sebagai Wakil Manajer di PT Sahara Dzumirra International, untuk memberikan keterangan.
Kasus yang menggemparkan ini bermula ketika Indonesia mendapatkan lonjakan kuota haji sebanyak 20 ribu jemaah. Kuota tambahan ini, yang seharusnya menjadi kabar gembira, justru memunculkan dugaan permainan di belakang layar. Sebanyak 10 ribu kuota dialokasikan untuk haji reguler dan 10 ribu sisanya untuk haji khusus. Namun, hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Haji yang seharusnya membatasi kuota haji khusus hanya sebesar 8 persen dari total kuota nasional.
KPK menduga kuat adanya praktik kongkalikong antara pihak Kementerian Agama (Kemenag) dengan sejumlah biro perjalanan haji dalam pembagian kuota haji khusus tambahan tersebut. Dugaan ini semakin menguat mengingat potensi kerugian negara yang mencapai angka fantastis, yaitu sekitar Rp 1 triliun. Guna mengusut tuntas kasus ini, KPK telah melakukan penyitaan terhadap berbagai aset, termasuk uang tunai, kendaraan bermotor, hingga properti.
Uang yang disita sebagian diketahui berasal dari pengembalian dana oleh sejumlah biro travel. KPK menduga uang tersebut merupakan hasil dari permintaan biaya 'percepatan' yang diajukan oleh oknum di Kemenag. Namun, pengembalian dana ini diduga terjadi karena adanya ketakutan terhadap panitia khusus haji DPR pada tahun 2024, yang mengindikasikan adanya upaya penutupan praktik ilegal. (PERS)

Updates.