JAKARTA - Langkah tegas diambil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memberantas korupsi di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan. Penyelidikan mendalam berujung pada penggeledahan rumah Hery Sudarmanto (HS), mantan Sekretaris Jenderal Kemenaker era Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri. Tak hanya itu, sebuah unit mobil dan sejumlah dokumen krusial berhasil disita sebagai bagian dari upaya pemulihan kerugian keuangan negara.
“Pada kemarin (Selasa 28/10), penyidik melakukan penggeledahan di rumah saudara HS yang berlokasi di wilayah Jakarta Selatan, ” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (29/10/2025).
Mobil yang disita ini menjadi bukti nyata dalam kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). KPK menegaskan penyitaan ini bertujuan untuk memulihkan kerugian negara yang ditimbulkan.
“Sejumlah dokumen tersebut tentu nanti akan dipelajari dan dianalisis untuk mendukung pengungkapan perkara ini, ” tambah Budi Prasetyo.
Kasus ini sendiri mencuat setelah KPK mengumumkan delapan tersangka pada 5 Juni 2025, yang seluruhnya merupakan aparatur sipil negara di Kemenaker. Mereka diduga telah mengumpulkan pundi-pundi uang haram senilai sekitar Rp53, 7 miliar dalam kurun waktu 2019 hingga 2024, masa jabatan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.
RPTKA, sebuah dokumen vital yang wajib dimiliki tenaga kerja asing untuk dapat bekerja di Indonesia, menjadi lahan basah praktik pemerasan ini. Tanpa RPTKA yang diterbitkan Kemenaker, penerbitan izin kerja dan tinggal akan terhambat, bahkan berujung pada denda jutaan rupiah per hari bagi tenaga kerja asing. Kondisi inilah yang dimanfaatkan para tersangka untuk memeras para pemohon.
Lebih mengejutkan lagi, praktik ini diduga telah berlangsung sejak era kepemimpinan Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2009–2014), berlanjut pada era Hanif Dhakiri (2014–2019), dan terus berlanjut hingga era Ida Fauziyah (2019–2024).
KPK telah menahan delapan tersangka tersebut dalam dua kloter pada 17 Juli 2025 dan 24 Juli 2025. Penambahan tersangka baru, Hery Sudarmanto, semakin memperjelas betapa masifnya jaringan korupsi yang terjadi di institusi penting ini. (PERS)

Updates.