JAKARTA - Kasus yang mengguncang PT Hutama Karya kembali bergulir dengan terkuaknya dugaan korupsi dalam pengadaan lahan di sekitar Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) wilayah Bakaheuni dan Kalianda, Lampung. Mantan Direktur Utama perusahaan pelat merah ini, Bintang Perbowo, menjadi sorotan utama dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) pada PN Tanjungkarang, Lampung, Kamis (13/11/2025).
Jaksa penuntut umum (JPU) membacakan dakwaan yang mengarah pada kerugian negara mencapai angka fantastis, yaitu Rp 205.148.825.050. Angka ini menjadi bukti betapa seriusnya dugaan penyimpangan yang terjadi.
Dalam surat dakwaannya, JPU dengan tegas menyatakan, "Yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu sejumlah Rp205.148.825.050." Pernyataan ini membuka tabir kerugian besar yang dialami oleh negara.
Bintang Perbowo tidak sendiri dalam pusaran kasus ini. Ia didakwa melakukan perbuatannya bersama-sama dengan Kepala Divisi Pengembangan Bisnis dan Investasi PT Hutama Karya Periode 2018-2021, M Rizal Sutjipto, serta korporasi PT Sanitarindo Tangsel Jaya (STJ). Ketiganya diduga berperan dalam skema pengadaan lahan yang merugikan.
Kasus ini bermula pada tahun 2018, ketika PT Hutama Karya, melalui anak usahanya, PT HK Realtindo (HKR), menjalin kerja sama pengadaan lahan dengan PT STJ di wilayah Bakaheuni dan Kalianda. Ironisnya, pengadaan lahan ini ternyata tidak tercatat dalam dokumen rencana strategis perusahaan, baik Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) PT Hutama Karya maupun PT HKR.
Hal ini dipertegas dalam dakwaan yang menyebutkan, "Dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) PT HK tahun 2018 dan PT HKR tahun 2018 tidak dijumpai rencana value capturing berupa pembelian landbank di Kecamatan Bakauheni dan Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung." Kejanggalan ini menjadi titik awal penyelidikan.
Lebih lanjut, pengadaan lahan tersebut diduga dilakukan di luar lokasi yang telah melewati kajian mendalam. Akibatnya, lahan yang dibeli dinilai tidak memberikan manfaat sesuai dengan tujuan awal pengadaannya.
"Lahan-lahan tersebut tidak dapat digunakan sesuai dengan tujuan pengadaannya yaitu potensi pengembangan di dekat exit tol Kalianda berupa pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Kalianda Krakatau yang terdapat kawasan wisata Krakatoa Nirwana Resot dan potensi pengembangan di Bakauheni berupa pengembangan kawasan wisata Pantai Minang Rua, " ungkap jaksa, menjelaskan hilangnya potensi ekonomi dari pengadaan lahan tersebut.
Dugaan korupsi dalam pengadaan lahan ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga memperkaya korporasi PT STJ. Perusahaan tersebut diduga meraup keuntungan sebesar Rp 205.148.825.050 dari transaksi ini.
Atas perbuatannya, Bintang Perbowo dan rekan-rekannya didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ancaman hukuman berat menanti mereka jika terbukti bersalah. (PERS)

Updates.