JAKARTA - Kebutuhan energi nasional yang terus meningkat kini dihadapkan pada tantangan baru. Program legalisasi sumur tua dan sumur rakyat, yang digagas melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025, justru dilaporkan berjalan lambat. Anggota Komisi XII DPR RI, Dewi Yustisiana, menyuarakan kekecewaannya atas minimnya respons dari perusahaan migas terhadap proposal pengelolaan yang diajukan oleh koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Dewi Yustisiana mengungkapkan keprihatinannya dalam sebuah Rapat Dengar Pendapat yang melibatkan Kepala SKK Migas dan perwakilan dari 14 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Menurutnya, legalisasi sumur tua bukan sekadar kebijakan administratif, melainkan sebuah strategi krusial untuk mendongkrak pasokan minyak domestik sekaligus membuka peluang ekonomi bagi masyarakat desa di sekitar wilayah eksplorasi. Ia melihat potensi besar dari sekitar 45 ribu sumur rakyat dan lebih dari 13 ribu sumur tua yang tersebar di berbagai daerah, terutama di Sumatera.
“Ini bukan hanya aspirasi dapil saya, tapi merepresentasikan semua sumur rakyat dan sumur tua yang ada di berbagai region, terutama di Sumatera, ” ujar Dewi, dikutip dari laman dpr.go.id, Senen (17/11/2025).
Namun, harapan besar ini terganjal oleh lambatnya tindak lanjut perusahaan migas. Banyak proposal yang telah memenuhi seluruh persyaratan legalitas dan teknis sesuai Permen 14 Tahun 2025, namun tak kunjung diproses. Dewi sempat merasakan sendiri betapa sulitnya menembus birokrasi ini, bahkan sebagai wakil rakyat.
“Saya yang anggota dewan saja, ketika menyampaikan aspirasi warga ke Dirut PHE, tidak direspons. Hanya diberi ucapan terima kasih. Itu kan tidak benar, ” tuturnya.
Menurut politisi dari Fraksi Partai Golkar ini, jika kondisi ini dibiarkan, kekecewaan masyarakat yang telah lama menanti legalitas untuk bekerja secara terbuka akan semakin mendalam. Lebih jauh, ia menyoroti keluhan warga yang tinggal di dekat lokasi pengeboran migas. Mereka merasa belum merasakan dampak ekonomi yang signifikan dari kehadiran industri, sementara harus menanggung beban dampak lingkungan.
“Hal-hal kecil seperti budidaya ikan atau peternakan ayam mungkin dianggap sepele oleh perusahaan, tapi bagi mereka itu sangat berharga. Bisa untuk makan, bisa untuk bayar sekolah anak, ” ungkapnya dengan nada prihatin.
Di tengah urgensi pemenuhan kebutuhan energi nasional, Dewi menegaskan bahwa program ini tidak boleh sekadar menjadi janji manis yang tak terwujud. Ia mendesak SKK Migas dan K3S untuk menjalankan regulasi sesuai arahan pemerintah. Kebijakan legalisasi ini, tegasnya, merupakan program yang mendapat dukungan penuh dari Presiden Prabowo Subianto, sehingga perusahaan migas wajib melaksanakannya dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab.
“Sepanjang persyaratan sudah dipenuhi, jangan lama-lama. Tolong diproses, ” tutupnya dengan tegas. (PERS)

Updates.