JAKARTA - Dukungan penuh datang dari Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Chusnunia, terhadap gebrakan Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa. Langkah tegas memberantas mafia impor tekstil ilegal dinilai sebagai penyelamat krusial bagi denyut nadi industri tekstil lokal yang kian tertekan.
Chusnunia tak ragu menyatakan bahwa praktik mafia impor yang telah berlangsung lama ini secara langsung menyeret nasib jutaan pekerja dan masa depan industri tekstil nasional ke jurang yang mengkhawatirkan. Ia merasakan langsung dampak buruk dari praktik haram ini.
"Sudah terlalu lama mafia impor ini dibiarkan dan dampaknya terasa langsung oleh para pekerja dan industri tekstil nasional, karenanya langkah Menkeu ini harus kita dukung bersama untuk menyelamatkan nasib industri tekstil nasional kita, ” tegas Chusnunia di Jakarta, Senin (27/10/2025).
Pandangannya sejalan dengan kekhawatiran yang diungkapkan oleh Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI). Organisasi ini menilai bahwa impor ilegal semacam ini telah mengganggu kelancaran rantai pasok industri yang seharusnya terintegrasi secara mulus dari hulu hingga hilir.
APSyFI sendiri sebelumnya telah mengungkap dugaan praktik impor ilegal ini berpotensi merugikan negara hingga Rp54 triliun per tahun. Kerugian ini bukan sekadar angka, melainkan juga berujung pada gulung tikarnya puluhan perusahaan dan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang menghantui para pekerja sejak tahun 2022 hingga kini.
"Kita terus mendorong Direktorat Jenderal Bea Cukai dapat memperkuat sistem pengawasan dan memperbaiki prosedur penerimaan barang impor dari pelabuhan, " harap Chusnunia.
Ia menambahkan, berdasarkan data Kementerian Perindustrian, sektor tekstil masih menjadi kontributor signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dengan angka mendekati satu persen dan mampu menyerap lebih dari tiga juta tenaga kerja. Sektor padat karya ini, meskipun menghadapi tantangan ketergantungan bahan baku impor dan daya saing di pasar domestik, memiliki potensi besar.
"Artinya, dengan kebijakan yang berpihak, sektor ini dapat menjadi tulang punggung reindustrialisasi nasional yang berdampak pada masa depan industri tekstil nasional kita, ” ujarnya penuh keyakinan.
Lebih lanjut, Chusnunia melihat industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia masih menyimpan potensi besar untuk bersinar sebagai pusat inovasi dan pertumbuhan global. Namun, ia mengakui bahwa tekanan barang impor selama 15 tahun terakhir telah membatasi ruang gerak industri TPT dalam negeri untuk berinovasi.
"Akibatnya, Indonesia tertinggal dalam pengembangan teknologi dan produk baru dibanding Vietnam karenanya langkah awal yang perlu dilakukan adalah mengamankan pasar domestik dari hulu hingga hilir agar industri bisa pulih sambil memperbaiki rantai pasok yang terganggu oleh praktik impor dumping dan impor ilegal, " pungkasnya. (PERS)

Updates.