JAKARTA - Dunia maya kembali diguncang kabar tak sedap. Kali ini, mantan pucuk pimpinan Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) periode 2016-2024, Semuel Abrijani Pangerapan, harus berhadapan dengan meja hijau. Ia didakwa terlibat dalam kasus korupsi yang merugikan keuangan negara dengan jumlah fantastis, mencapai Rp140, 86 miliar. Kasus ini terkait erat dengan dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pengadaan barang jasa serta pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Kemenkominfo pada periode 2020-2022.
Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Agung, Muhammad Fadil Paramajeng, membeberkan modus operandi Semuel. Diduga kuat, ia menyalahgunakan jabatannya untuk memperkaya PT Aplikanusa Lintasarta, perusahaan yang diduga menerima aliran dana sebesar kerugian negara tersebut. Tak hanya itu, Semuel juga diduga menerima imbalan berupa suap sebesar Rp6 miliar.
"Perbuatan melawan hukum Semuel dilakukan bersama-sama dengan para terdakwa lain, " ujar JPU dalam persidangan pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025).
Dalam pusaran kasus ini, Semuel tidak sendiri. Ia didudukkan di kursi terdakwa bersama sejumlah nama lain yang memiliki peran penting dalam struktur Kemenkominfo dan perusahaan terkait. Mereka adalah Direktur Bisnis PT Aplikanusa Lintasarta periode 2014-2022, Alfi Asman; Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintahan pada Direktorat Jenderal Aptika Kemenkominfo periode 2019-2023, Bambang Dwi Anggono; Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengadaan barang atau jasa dan pengelolaan PDNS pada Kemenkominfo periode 2020-2022, Nova Zanda; serta Account Manager PT Dokotel Teknologi periode 2017-2021, Pini Panggar Agusti.
Atas perbuatannya, Semuel dan Bambang terancam jerat pasal berlapis, termasuk Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) juncto Pasal 18 ayat (1) jo. Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sementara itu, Alfi dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (1) huruf b jo. Pasal 18 ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Nova dan Pini dikenakan ancaman pidana pada Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 ayat (1) jo. Pasal 18 ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
JPU memaparkan kronologi kasus ini bermula pada sekitar Oktober 2019. Semuel, bersama Bambang dan Alfi, diduga telah melakukan pertemuan untuk membahas pemenang tender proyek PDNS atau Infrastructure as a Service (IaaS) tahun 2020. Hasil pertemuan tersebut mengarahkan agar proyek ini dimenangkan oleh PT Aplikanusa Lintasarta.
"Dilaksanakannya penyelenggaraan pusat data dengan skema sewa kepada pihak ketiga pada tahun 2020 mengakibatkan ketergantungan pada pelaksanaan penyimpanan data instansi pusat dan daerah di tahun-tahun berikutnya, " tutur JPU.
Akibatnya, pada tahun 2021, karena pusat data tidak boleh berhenti beroperasi, Kemenkominfo kembali melaksanakan kegiatan PDNS dengan menunjuk kembali perusahaan yang sama, yaitu PT Aplikanusa Lintasarta. Untuk memastikan hal ini terjadi, Semuel dan Bambang kembali mengajukan usulan anggaran untuk penyediaan layanan komputasi awan PDNS tahun 2021.
Demi mengunci PT Aplikanusa Lintasarta sebagai penyedia tunggal, Semuel diketahui menandatangani nota dinas pada 21 Desember 2020. Nota dinas tersebut ditujukan kepada Inspektur Jenderal Kemenkominfo, dengan alasan layanan PDNS tahun 2020 tidak dapat berhenti dan harus dilanjutkan melalui mekanisme penunjukan langsung kepada penyedia sebelumnya.
"Permohonan diajukan dengan dalih layanan PDNS tahun 2020 tidak dapat berhenti sehingga harus melakukan pengadaan layanan dengan mekanisme penunjukan langsung kepada penyedia sebelumnya, yakni PT Aplikanusa Lintasarta, " ungkap JPU.
Berdasarkan nota dinas tersebut, Inspektorat Jenderal Kemenkominfo memberikan rekomendasi untuk menggunakan kombinasi penunjukan langsung dan tender dalam proses pengadaan barang dan jasa PDNS tahun 2021.
Selanjutnya, Nova dikabarkan menyampaikan kepada Nur, seorang sales PT Aplikanusa Lintasarta, bahwa layanan komputasi awan PDNS untuk Januari dan Februari 2021 akan dilakukan pengadaan dengan metode penunjukan langsung kepada PT Aplikanusa Lintasarta. Hal ini kembali didasarkan pada alasan bahwa layanan tersebut tidak boleh terhenti.
Puncaknya, pada tahun 2022, PT Aplikanusa Lintasarta kembali dinyatakan sebagai salah satu pemenang tender kegiatan penyediaan jasa layanan komputasi awan pada PDNS.
Dalam proses pelaksanaan kontrak penyediaan layanan komputasi awan PDNS tahun 2021, JPU menduga Semuel telah meminta uang senilai Rp6 miliar kepada Alfi. Permintaan ini diduga disampaikan melalui saksi Irwan Hermawan, sebagai bentuk imbalan atas terpilihnya PT Aplikanusa Lintasarta. (PERS)

Updates.