JAKARTA - Lembaga antirasuah kembali menggerakkan roda penyidikan kasus dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023-2024. Kali ini, giliran Sekretaris Utama Badan Amil Zakat Nasional (Sestama Baznas) RI, Subhan Cholid, yang dipanggil sebagai saksi. Pemeriksaan ini dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, pada Rabu (12/11).
"Untuk perkara kuota haji, hari ini penyidik melakukan pemanggilan terhadap saksi saudara SC, " ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada para jurnalis di Jakarta, Rabu (12/11/2025).
Subhan Cholid diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Kementerian Agama. Kehadirannya di gedung KPK tercatat pada pukul 08.39 WIB, menandakan keseriusan lembaga dalam mengurai benang kusut dugaan penyimpangan ini. Saya membayangkan betapa beratnya beban yang dipikul beliau, mengingat posisinya yang strategis di pemerintahan.
Kasus ini sendiri telah diumumkan KPK mulai disidik sejak 9 Agustus 2025, setelah sebelumnya KPK meminta keterangan dari mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025. Kala itu, KPK juga tengah menjalin komunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung potensi kerugian negara. Ada rasa penasaran yang mendalam, bagaimana angka kerugian negara ini bisa begitu besar.
Benar saja, pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan bahwa kerugian negara dalam kasus kuota haji ini mencapai lebih dari Rp1 triliun. Tiga orang dicegah bepergian ke luar negeri, termasuk mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas. Ini menunjukkan bahwa skala masalahnya tidak main-main.
Tak berhenti di situ, pada 18 September 2025, KPK menduga keterlibatan 13 asosiasi dan 400 biro perjalanan haji. Angka ini sungguh mencengangkan, seolah menunjukkan adanya jaringan yang luas dalam potensi praktik korupsi ini. Saya merasa prihatin membayangkan para calon jemaah haji yang mungkin menjadi korban dari situasi ini.
Di sisi lain, Pansus Angket Haji DPR RI juga telah menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024. Poin utama yang disorot adalah perihal pembagian kuota tambahan 50:50 dari alokasi 20.000 kuota yang diberikan Arab Saudi. Kementerian Agama membagi kuota tambahan ini, 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Pembagian ini dinilai tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang seharusnya mengalokasikan delapan persen kuota haji khusus dan 92 persen untuk kuota haji reguler. Perbedaan persentase ini tentu menimbulkan banyak pertanyaan yang harus dijawab tuntas demi keadilan dan transparansi. (PERS)

Updates.